CaraMembuat Ikan Asap Buang insang dan isi perut melalui tutup insang / rongga mulut dengan menggunakan pinset atau kawat lengkung. Cuci bersih dan tiriskan. Buat larutan garam 20 - 25% ( untuk 8 kg ikan siapkan 5 liter air dan tambahkan 1 - 1 ¼ kg gram )
PembuatanIkan Bandeng Asap (Hot Smoking) Oleh : 1. Abdul Karim Anwar Ikan merupakan salah satu sumber protein yang mudah mengalami kemunduran mutu sehingga diperlukan suatu kegiatan pengawetan untuk mengurangi kadar air dalam tubuh ikan sehingga tidak mudah mengalami proses pembusukan.
Disamping itu pembuatan pindang ikan bertujuan untuk meningkatkan harga jual ikan. Pembahasan meliputi; proses pembuatan pindang ikan, bahan dan alat yang dipergunakan, serta analisa ekonomoi. Ditampilkan pula skema proses pembuatan pindang ikan dan beberapa gambar untuk memperjelas keterangan. 48. Judul : Tungku pengolahan ikan pindang
teks"Bandeng dengan menggunakan bahasa yang baik Presto" menggunakan bahasa yang baik dan benar, bahasa yang baik dan benar, dan benar, Rubrik Penilaian PPKn Aspek Proses pembuatan tempe diawali dengan fermentasi kedelai. Kedelai direndam seharian penuh dengan menggunakan air dingin. Setelah itu, biji kedelai dikukus hingga lunak.
KarakteristikMikrobiologi dan Kimiawi Ikan Tuna Asap. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia Vol. 22, No. 1: 89-99 Bandeng Duri Lunak. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Saptoningsih dan Jatnika, A. 2012. KEAMANAN PANGAN PADA PROSES PEMBUATAN MANISAN CARICA DENGAN PRINSIP HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) DI CV YUASAFOOD
pabrik mesin yang membuat dan memproduksi Lemari Asap - Alat Pengasapan Ikan Jika bahan yang dipakai ikan bandeng, maka lapisan hitam pada dinding perut dibuang. 50kg/jam adalah mesin yang digunakan dalam proses pembuatan pelet apung. Mesin Cetak Pelet Apung di desain khusus untuk membuat pelet apung yang
Bandengpresto, bandeng asap, otak-otak adalah merupakan produk bandeng olahan yang dapat dijumpai dengan mudah di supermarket. Pembuatan pintu air masuk dan keluar dalam petak tambak dapat dibuat dari papan atau pipa paralon yamg dilengkapi dengan pipa tegak untuk pergantian air. Selain itu pada pintu pemasukan sebaiknya dilengkapi dengan
Carapembuatan ikan asap secara sederhana dengan memanfaatkan tunggu. Ikan yang pengasapannya mencapai suhu 80 derajat celsius akan mampu bertahan hingga 1 bulan lebih. Ikan bandeng 1 kg; Garam 200 gram, bagi anda yang cendrung menyukai rasa agak asin serta tekstur dagingnya sedikit berair. Jika proses pengasapannya benar dengan suhu
sedangkanbandeng payau 28,25 cm dan berat total 191,7 g. Berat bandeng dibagi menjadi tiga bagian yaitu berat daging untuk bandeng tawar 10,2 g dan bandeng payau 97,412 g, berat jeroan bandeng tawar 2,0 g dan bandeng payau 15,379 dan berat kulit bandeng tawar 1,9 g dan bandeng payau 13,383 g. 2.2 Kajian Umum Habitat Ikan Berdasarkan Salinitas
Sensasirasa gurih pada bandeng duri lunak ini sangat cocok buat disantap bersama sepiring nasi hangat. Ada juga otak-otak bandeng, bandeng teriyaki, bandeng asap, dll yang bisa dipilih sesuai selera. Oleh-oleh bandeng khas Semarang ini bisa kamu dapatkan di Bandeng Elrina Semarang yang berada di Jalan Pamularsih Raya No. 70, Bongsari
0NeANB. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 4 3 2015 © Indonesian Food Technologists Artikel Penelitian Efek Perbedaan Suhu dan Lama Pengasapan terhadap Kualitas Ikan Bandeng Chanos chanos Forsk Cabut Duri Asap Dwi Yanuar Budi Prasetyo1*, Yudhomenggolo Sastro Darmanto2, Fronthea Swastawati2 1Magister Manajemen Sumber Daya Pantai, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro, Semarang 2Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro, Semarang *Korespondensi dengan penulis yanuarprasetyo87 Artikel ini dikirim pada tanggal 12 Februari 2015 dan dinyatakan diterima tanggal 4 April 2015. Artikel ini juga dipublikasi secara online melalui Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang diperbanyak untuk tujuan komersial. Diproduksi oleh Indonesian Food Technologists ©2015 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu dan lama waktu pengasapan terhadap kualitas ikan bandeng Chanos chanos Forsk cabut duri asap. Ikan bandeng cabut duri dibagi menjadi 9 grup direndam dalam larutan asap cair sekam padi 5% dan larutan garam 5% selama 30 menit kemudian ditiriskan pada suhu ruang selama ± 1 jam. Ikan bandeng yang telah direndam kemudian dimasukkan ke dalam oven dan dipanaskan pada suhu S1=40°C, S2=60°C, S3=80°C selama T1=1jam, T2=2jam, T3=3jam. Data dianalisis menggunakan Analysis of Variance ANOVA pada tingkat kerpercayaan 95%. Hasil penelitian menunjukkan suhu dan lamapengasapan memberikan pengaruh nyata p0,05. Perbedaan suhu dan lama pengasapan memberikan pengaruh nyata p4% sedankan faktor ekstrinsik dapat disebabkan oleh panas dan pelekatan komponen asap cair yang dapat bereaksi dengan enzim pada jaringan ikan menjadikan peningatan laju perubahan kadar lemak Stolyhwo and Sikorski, 2005. Grafik 2. Nilai rata-rata pH pada asap cair sekam padi dan bandeng asap Grafik 3. Nilai rata-rata Fenol ppm pada asap cair sekam padi dan bandeng asap Penentuan kadar abu ditujukan untuk menilai kandungan mineral dalam makanan, apakah masih tersedia atau tidak karena dan sebagai parameter nilai gizi makanan. Suu dan lama pengasapan memberikan pengaruh nyata pAtung Parinarium glaberimmum Hassk was tropical plant as potential as antimicrobial much grown in Eastern Indonesia especially in Maluccas area. The aim of this research was to determine the chemical characteristics of smoked swordfish was soak in extract atung seed before smoking. Measurement parameter of chemical characteristics covering the moisture conten, levels of ash, levels of fat, levels of a protein micro method Kjeldahl ash AOAC 2005, carbohydrates method by difference and microbiologi. The observation is made every day storage 2 days up 4 days. This research used Factorial Randomized Design with 3 replication. Data analysis statistic univariate using software SPSS 20. The results of this research show the swordfish were soak in extract atung seed before smoking affect the chemical characteristics and microbiologi. Swordfish smoked with extract atung seed and room tempareture storage were given significant effect α=5% to the microbes total. The best value of swordfish in soak of atung extract at first production with value of microbes 2,6x104 CFU. The chemical characteristics analysis result show differences among the treatments during the storage room temperature. The best values of chemical characteristics swordfish smoked at 2 days room temperature storage with moisture level 59,46%, ash level 2,66%, fat level 1,63%, protein level 34,62% and carbohydrat level 1,63%. Keywords Atung seed, natural preservative, quality0,05. In conclusion, rice husk smoked tilapia was most preferred in terms of color, taste, texture and aroma. Coconut husk smoked tilapia has the highest protein content and lowest microbial Wibowo SasongkoAloysius MasiIkan tongkol Euthynnus affinis memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai produk sambal ikan asap. Upaya diversifikasi olahan ikan tongkol dilakukan dengan aplikasi asap cair kemudian diolah menjadi sambal ikan tongkol dalam kemasan retort pouch. Penggunaan kemasan retort pouch akan meningkatkan daya awet dari produk tersebut. Tujuan penelitian ini adalah mengaplikasikan teknologi pengalengan sambal ikan tongkol asap dengan kemasan retort pouch, menganalisis mutu hedonik dan mengalisis cemaran mikrobiologi yang ada pada produk tersebut. Penelitian yang dilakukan menggunakan metode perendaman ikan tongkol dalam larutan asap cair 5% selama 5 menit. Ikan tongkol selanjutnya diolah menjadi sambal ikan dengan dua varian yaitu sambal balado dan sambal rica-rica. Produk disterilisasi dalam kemasan retort pouch pada suhu 121oC selama 20 menit, kemudian disimpan hingga 2 bulan. Penelitian dilakukan dalam dua kali ulangan. Parameter mutu produk diukur dengan uji hedonik, cemaran ALT, dan Salmonella. Data mutu dianalisis secara deskriptif kualitatif. Penelitian akan menghasilkan produk tepat guna sambal ikan tongkol asap siap saji ready to eat yang memiliki mutu dan daya awet lebih baik dibandingkan dengan produk yang dikemas konvensional. Tingkat kesiapterapan teknologi TKT dari penelitian terapan ini adalah pada TKT 6 yaitu demonstrasi model/prototype pada lingkungan yang relevanJihan Fathya Kurnia Eko Nurcahya DewiRetno Ayu KurniasihSelai lembaran merupakan modifikasi dari selai oles yang memiliki tekstur kompak, plastis dan tidak lengket sehingga lebih praktis untuk disajikan dengan roti maupun pangan lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh konsentrasi bubur Eucheuma cottonii terhadap karakteristik selai lembaran. Penggunaan E. cottonii sebagai bahan pembuatan selai lembaran dikarenakan adanya kandungan karagenan yang dapat mempengaruhi tekstur selai lembaran. Perlakuan pada penelitian ini adalah penggunaan bubur E. cottonii yang berbeda konsentrasi yaitu 30%, 35% dan 40%. Pembuatan selai lembaran yaitu dengan mencampur bubur E. cottonii, gula, asam sitrat, pektin dan margarin, lalu dipanaskan dan dicetak dalam bentuk lembaran. Parameter yang diuji meliputi uji hedonik, kadar serat kasar, hardness dan kadar air. Penelitian ini menggunakan model Rancangan Acak Lengkap dan data statistik yang diolah menggunakan SPSS 16. Data parametrik dianalisis menggunakan uji sidik ragam dan Beda Nyata Jujur BNJ. Kesimpulan dari penelitian ini adalah semakin tinggi konsentrasi bubur E. cottonii yang ditambahkan, dapat mempengaruhi tingkat kesukaan panelis, meningkatkan nilai kadar serat kasar, nilai hardness dan nilai kadar air selai lembaran. Formulasi selai lembaran terbaik yaitu selai lembaran dengan konsentrasi bubur E. cottonii 35%, dengan hasil uji hedonik dengan selai kepercayaan 7, TVC on PLS skipjack was 153 cfu/g very significantly higher P The cathepsins B and L activity decreased along with increased power supplied to the FIR heater. Drying increased the denaturation enthalpy ΔH of myosin and actin as well as the thermal transition temperature Tmax of actin compared with the fresh, non-dried squid. HPD-treated samples had the highest Tmax of myosin and HPD + 1FIR-treated samples had the lowest Tmax of actin. Electrophoretic profiles showed the disappearance of 24, 57, 93, 105, 121 and 172 kDa bands, while the new concomitant bands were appeared at 30, 37, 102 and 154 kDa. Dried squid muscle had dense and firm microstructure, and high FIR intensity resulted in more compact and coherent structure of dried squid. Generally, HPD in combination with FIR did not induce significant loss of amino acid quality in the dried squid L. evaluation of brine pre-treated catfish, Clarias gariepinus smoked with the smoke of woods such as Anthonata mycrophylla and Dialium guinensis were studied. Thirty catfishes weighing 475 ± 50 g were harvested, killed, eviscerated and rinsed thoroughly under tap water and were divided into 3 batches of ten fishes and were immersed in 10% brine solution for 30 min. Each batch was smoked for 4 h with woods’ smoke of A. mycrophylla, D. guinensis and gas oven, respectively. The oven dried sample served as control. The smoked catfish were allowed to cool at room temperature and samples were taken from each batch, respectively for proximate composition analysis. Nevertheless, the remaining smoked fish products were labeled/coded and subjected to sensory evaluation by trained test panel on ten point hedonic scale. Results of the sensory evaluation obtained reveal that there was no significant difference P > among the sensory parameters except the flavour; however, the proximate analyses revealed that fish samples smoked with woods had higher scores for ash than oven dried fish P < Nevertheless, the crude fat of oven dried sample is higher than those recorded for samples smoked with woods P < These results show that these woods could be suitable for fish smoking without negative effects on nutrients and sensory qualities for consumer digestibility and protein quality of raw rainbow trout, broiled rainbow trout and smoked rainbow trout were studied by in vitro assay, Amino acid score AAS and protein digestibility corrected amino acid score PDCAAS. Protein digestibilities of samples were determined using an in vitro, three-enzyme method in a pH-stat and three- and four-enzyme pH-drop methods. Amino acid score was based on the amount of the single most limiting amino acid, and its calculation included the use of the requirement pattern suggested by FAO/WHO/ UNU for pre-school children. Protein digestibilities of raw, broiled and smoked rainbow trout were found to be and using the three-enzyme pH-drop method, and using the four-enzyme pH-drop method, and and using the three-enzyme pH-stat method, respectively. When the amino acid score was corrected for in vitro three-enzyme pH-stat method protein digestibility, the resulting values of and were obtained. Amino acid score corrected for protein digestibility seems to predict, accurately, the nutritional quality of fish protein when in vitro values are Stołyhwo Zdzisław SikorskiAmong hundreds of components, wood smoke also contains at least 100 polycyclic aromatic hydrocarbons PAH and their alkylated derivatives. Many of them are carcinogenic. Benzo[α]pyrene BaP is regarded as a marker of the carcinogenic PAH in smoke and smoked fish, although in olive residual oil the maximum level of 2 μg/kg for each of the eight most carcinogenic PAHs, including BaP, has been set. Contemporary analytical procedures based on extraction of the hydrocarbons from the matrix, clean-up procedure, separation by gas chromatography GC or high performance liquid chromatography HPLC, followed by detection and quantification by mass spectrometry MS or fluorescence detectors FLD, respectively, make it possible to determine individual PAH in smoked foods at concentrations of the order of μg/kg or even μg/kg. Heavily smoked fish from traditional kilns, especially their outer parts, may contain up to about 50 μg BaP/kg wet weight, while the meat of mild hot-smoked fish, from smokehouses supplied with conditioned wood smoke from external generators, contains only about μg/kg, or even less. Some older data on the contents of BaP in smoked fish should be treated with caution, if the analytical procedures used did not guarantee unequivocal separation and identification of the individual moisture smoked beef was prepared by cook-soak/equilibration in a solution containing sodium chloride, sodium nitrite and potassium sorbate. Two further solutions contained glycerol and glycerol + 'onion' in addition to the above ingredients. Half the samples in each treatment group were smoked for 18 h heavy smoking and the others for 4 h light smoking at 50°C. All samples developed the pink-red colour of nitrite cured meat but those treated with glycerol were darker, presumably due to decreased moisture contents. Glycerol increased the apparent moisture, fat and sodium dodecyl sulphate SDS soluble protein contents and also improved the conversion of haemoproteins to the cooked cured form but decreased the percent soluble hydroxyproline. Smoking caused a marked decrease in moisture, SDS-soluble protein and soluble hydroxyproline contents and slightly decreased the available lysine and percent conversion of the haemoproteins to the cured nitrose forms. Smoking also caused increased darkening and hardness of the samples. Total viable aerobes, coliforms and fungi were below the levels of detection while TBA values were low and all samples possessed no detectable rancidity. Electrophoretograms of the samples indicated that cooking/equilibration had no significant effects on the proteins present but smoking led to a slight loss of some of the protein changes during salting of Milkfis Chanos chanosT SannaveerapaK AmmuJ JospehSannaveerapa, T., Ammu, K., Jospeh J. 2004. Proteinrelated changes during salting of Milkfis Chanos chanos. J-Sci Food Agric 84. 863 investigation on the quality of smoked mackerel Rastrelliger sp using various wood waste of liquid smoke_________________. 2005. Some investigation on the quality of smoked mackerel Rastrelliger sp using various wood waste of liquid smoke. Journal of Coastal Development Vol. 8 Number 3. 201-205.
Asap cair atau liquid smoke adalah suatu hasil kondesasi berupa cairan dari uap hasil pembakaran dengan teknik pirolisis, dimana senyawa-senyawa yang menguap secara simultan akan ditarik dari zona reaktor panas yang kemudian akan berkondensasi pada sistem pendingin. Asap cair dibuat dari hasil pembakaran tidak sempurna dari bahan-bahan yang banyak mengandung lignin, selulosa, hemiselulosa, serta senyawa karbon lainnya. Asap cair atau liquid smoke merupakan suatu hasil destilasi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran tidak langsung maupun langsung dari bahan yang banyak mengandung karbon dan senyawa-senyawa lain. Bahan baku yang banyak digunakan untuk membuat asap cair adalah kayu, bongkol kelapa sawit, ampas hasil penggergajian kayu, dan lain-lain. Asap yang semula berbentuk partikel-partikel padat akan didinginkan terlebih dahulu hingga kemudian menjadi suatu partikel cair itu disebut dengan nama asap cair. Asap cair diperoleh dengan cara mengkondensasi asap yang dihasilkan melalui cerobong pirolisis. Proses kondensasi asap menjadi asap cair sangat bermanfaat bagi perlindungan pencemaran udara yang ditimbulkan oleh proses tersebut. Asap cair mempunyai berbagai sifat fungsional karena adanya senyawa fenol dan karbonil yang mampu memberi aroma, rasa dan warna, sebagai pengawet alami karena mengandung senyawa fenol dan asam yang berperan sebagai antibakteri dan antioksidan. Berikut definisi dan pengertian asap cari dari beberapa sumber buku Menurut Maga 1987, asap cair adalah suatu campuran larutan dan dispersi koloid dari uap panas kayu dalam air yang diperoleh dari hasil pirolisa kayu atau dibuat dari campuran senyawa murni. Menurut Pszczola 1995, asap cair adalah kondensat berair alami dari kayu yang telah mengalami filtrasi untuk memisahkan senyawa tar dan bahan-bahan tertentu. Menurut Simon dkk 2005, asap cair adalah sejenis asap yang diperoleh dengan teknik pirolisis, dimana senyawa-senyawa yang menguap secara simultan akan ditarik dari zona reaktor panas dan akan berkondensasi pada sistem pendingin. Menurut Darmadji 2006, asap cair merupakan suatu hasil kondensasi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran secara langsung maupun tidak langsung dari bahan-bahan yang banyak mengandung lignin, selulosa, hemiselulosa serta senyawa karbon lainnya. Menurut Pranata 2008, asap cair adalah cairan kondensat dari asap yang telah mengalami penyimpanan dan penyaringan untuk memisahkan tar dan bahan-bahan partikulat. Salah satu cara untuk membuat asap cair adalah dengan mengkondensasikan asap hasil pembakaran tidak sempurna dari kayu. Komposisi Asap Cair Tiga komponen utama dari asap cair yang berperan di dalam proses pengasapan yaitu senyawa fenol, karbonil dan asam. Komposisi senyawa-senyawa tersebut di dalam asap cair dipengaruhi oleh bahan baku dan proses pembuatannya. Komponen-komponen kimia dalam asap sangat berperan dalam menentukan kualitas produk pengasapan karena selain membentuk rasa, tekstur dan warna yang khas. Tabel di bawah ini menunjukkan analisis kimia yang dilakukan terhadap asap cair dari berbagai bahan baku Girard, 1992. Menurut Astuti 2000 dan Pranata 2007, komponen-komponen yang terkandung di dalam asap cair adalah sebagai berikut a. Senyawa Fenol Senyawa fenol berperan sebagai antioksidan sehingga dapat memperpanjang masa simpan produk asapan. Kandungan Senyawa fenol dalam asap sangat tergantung pada suhu pirolisis kayu. Kualitas fenol pada kayu sangat bervariasi yaitu antara 10-200 mg/kg. Beberapa jenis fenol yang biasanya terdapat dalam produk asapan adalah guaiakol dan siringol. Guaiakol berperan memberi rasa asap, sementara siringol memberi aroma asap. Senyawa fenol dalam asap cair dapat menghambat pertumbuhan bakteri Pseudomonas fluorescence, Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan Staphylococcus aureus. Senyawa fenol juga dapat berfungsi sebagai antioksidan dengan cara menstabilkan radikal bebas. Senyawa fenol memiliki sifat anti-mikroba yang kuat dan salah satu kegunaan yang paling awal adalah sebagai antiseptik. Senyawa-senyawa fenol yang terdapat dalam asap kayu umumnya hidrokarbon aromatik yang tersusun dari cincin benzena dengan sejumlah gugus hidroksil yang terikat. Senyawa-senyawa fenol ini juga dapat mengikat gugus-gugus lain seperti aldehid, keton, asam dan ester. Beberapa turunan senyawa fenol berdasarkan titik didihnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini b. Senyawa Karbonil Senyawa-senyawa karbonil dalam asap memiliki peranan pada pewarnaan dan citarasa produk asapan. Kandungan senyawa karbonil dari berbagai jenis kayu bervariasi antara 8,56 - 15,23 % dengan variasi rata-rata 11,84 %. Jenis Senyawa karbonil yang terdapat dalam asap cair antara lain adalah vanilin, siringaldehid, formaldehis, glikoaldehid dan aseton. Golongan senyawa ini mempunyai aroma seperti aroma karamel yang unik. Beberapa turunan senyawa karbonil berdasarkan titik didihnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini c. Senyawa Asam Senyawa-senyawa asam mempunyai peranan sebagai antibakteri, membentuk citarasa produk asapan, mempengaruhi pH dan umur simpan makanan. Jumlah asam merupakan 40 % dari distilat kondensat asap. Senyawa asam ini antara lain adalah asam asetat, propionat, butirat dan valerat. Kombinasi antara komponen fungsional fenol dan asam-asam organik yang bekerja secara sinergis mencegah dan mengontrol pertumbuhan mikroba. Beberapa turunan senyawa asam berdasarkan titik didihnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini d. Senyawa Hidrokarbon Polisiklis Aromatis HPA Senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis HPA dapat terbentuk pada proses pirolisis. Diantara 100 lebih senyawa HPA yang terdeteksi dialam hanya 16 jenis senyawa yang merupakan polutan utama, salah satu jenis senyawa ini adalah benzoapirena telah dilaporkan merupakan senyawa yang mempunyai efek karsinogenik yang paling berbahaya, beresiko menjadi penyebab tumor dari pada senyawa HPA. Fungsi Asap Cair Fungsi komponen asap terutama adalah untuk memberi rasa dan warna yang diinginkan pada produk asapan, dan berperan dalam pengawetan dan bertindak sebagai antibakteri dan anti oksidan. Berikut ini adalah beberapa fungsi asap cair dalam kehidupan sehari-hari a. Pemberi Rasa Asap cair memberi rasa asap smoky khas yang tidak dapat diganti dengan cara lain. Fenol merupakan senyawa yang paling bertanggung jawab pada pembentukan aroma tipikal yang diinginkan pada produk asapan. Fenol dalam hubungannya dengan sifat sensoris mempunyai bau tajam menyengat. Meskipun Senyawa fenol memegang peranan penting dalam flavour asap, namun diperlukan senyawa lain seperti karbonil dan lakton agar flavor karakteristik asap dapat muncul. b. Pemberi Warna Ciri umun pemberi warna pada pengasapan bahwa warna dihasilkan langsung oleh tar yang terdeposisi pada pemuaian makanan selama proses pengasapan. Pewarna khas produk asapan berasal dari interaksi antara konstituen karbonil asap dengan gugus amino protein produk yang diasap. Warna produk berkisar dari kuning keemasan sampai coklat gelap. Pada pengasapan menggunakan asap cair, warna produk asapan dapat dioptimalkan dengan mengubah komposisinya. c. Anti bakteri Potensi asap cair sebagai antibakteri dapat memperpanjang masa simpan produk sebagai pengawet dengan mencegah kerusakan akibat aktivitas bakteri perusak atau pembusuk dan juga dapat melindungi konsumen dari penyakit karena aktivitas bakteri patogen. Senyawa yang mendukung sifat antibakteri dalam asap cair adalah fenol dan asam. Asap lebih kuat menghambat pertumbuhan bakteri daripada senyawa fenol, namun apabila keduanya digabungkan akan menghasilkan kemampuan penghambat yang lebih besar daripada masing-masing senyawa. d. Anti oksidan Asap cair memiliki sifat antioksidatif dan dapat digolongkan sebagai antioksidan alami. Senyawa yang berperan sebagai antioksidan adalah fenol, yang merupakan antioksidan utama dalam asap cair. Banyak produk asapan merupakan produk yang mengandung lemak. Fraksi retreran dan asap mempunyai sifat anti oksidatif, dan pada praktiknya asap digunakan untuk menghambat ketengikan pada berbagai produk asapan. Asap cair dapat berfungsi sebagai anti oksidan melalui pencegahan oksidasi lemak dengan menstabilkan radikal bebas dan efektif dalam menghambat pembentukan off flavor oksidatif. Macam-macam Tingkatan Grade Asap Cair Asap cair dapat dibedakan berdasarkan tingkatannya atau grade kualitasnya, yaitu sebagai berikut Asap cair grade 3. Asap cair jenis ini tidak dapat digunakan untuk pengawet makanan, karena masih banyak mengandung tar yang karsinogenik. Asap cair grade 3 tidak digunakan untuk pengawet bahan pangan, tapi dipakai pada pengolahan karet penghilang bau dan pengawet kayu biar tahan terhadap rayap. Cara penggunaan asap cair grade 3 untuk pengawet kayu agar tahan rayap dan karet tidak bau adalah 1 cc asap cair grade 3 dilarutkan dalam 300 mL air, kemudian disemprotkan atau merendam kayu ke dalam larutan. Asap cair grade 2. Asap cair ini dipakai untuk pengawet makanan sebagai pengganti formalin dengan rasa asap daging asap, ikan asap/bandeng asap berwarna kecoklatan transparan, rasa asam sedang, aroma asap sedang. Cara penggunaan asap cair grade 2 untuk pengawet ikan adalah celupkan ikan yang telah dibersihkan ke dalam 25 persen asap cair dan tambahkan garam. Biasanya ikan yang diawetkan dengan menggunakan asap cair grade 2 bisa tahan selama tiga hari. Asap cair grade 1. Asap cair ini digunakan sebagai pengawet makanan siap saji seperti bakso, mie, tahu, bumbu-bumbu barbaque. Asap cair grade 1 ini berwarna bening, rasa sedikit asam, aroma netral dan merupakan asap cair paling bagus kualitasnya serta tidak mengandung senyawa yang berbahaya untuk diaplikasikan ke produk makanan. Cara menggunakan asap cair grade 1 untuk pengawet makanan siap saji adalah 15 cc asap cair dilarutkan dalam 1 liter air, kemudian campurkan larutan tersebut ke dalam 1 kg adonan bakso, mie atau tahu. Saat perebusan juga digunakan larutan asap cair dengan kadar yang sama dilarutkan dalam adonan makanan. Biasanya bakso yang memakai pengawet asap cair grade 1 bisa tahan penyimpanan selama 4-5 hari. Manfaat Asap Cair Menurut Anon 2005, asap cair dapat dimanfaatkan dalam berbagai industri, antara lain sebagai berikut Industri Pangan. Asap cair memiliki kegunaan yang sangat besar sebagai pemberi rasa dan aroma yang spesifik juga sebagai pengawet karena sifat anti mikroba dan antioksidan. Dengan tersedianya asap cair maka proses pengasapan tradisional dengan menggunakan asap secara langsung yang mengandung banyak kelemahan seperti pencemaran lingkungan, proses tidak dikendalikan, kualitas yang tidak konsisten serta timbulnya bahaya kebakaran yang semua tersebut dapat dihindari. Industri Perkebunan. Asap cair dapat digunakan sebagai koagulan lateks dengan sifat fungsional asap cair seperti antijamur, antibakteri dan antioksidan tersebut dapat memperbaiki kualitas produk karet yang dihasilkan. Industri Kayu. Kayu yang diolesi dengan asap cair mempunyai ketahanan terhadap serangan rayap daripada kayu tanpa diolesi asap cair dan juga bisa digunakan untuk bahan campuran larutan finishing meubel guna menambah ketahanan warna kuning keemasan. Industri Perikanan. Kandungan senyawa-senyawa kimia dalam asap cair seperti fenol, karbonil, dan asam memiliki kemampuan untuk mengawetkan dan memberikan warna serta rasa untuk produk makanan antara lain ikan. Pada proses pengasapan ikan dengan asap cair, unsur yang berperan dalam peningkatan daya awet ikan adalah asam, derivat fenol, dan karbonil. Unsur-unsur kimia tersebut antara lain dapat berperan sebagai pemberi flavor aroma, pembentuk warna,antibakteri, dan antioksidan. Proses Pembuatan Asap Cair Gambar di bawah ini menunjukkan skema gambar proses pembuatan asap cair sederhana yang menggunakan tungku yang berbentuk tabung dan api sebagai sumber kalor, dan pipa sebagai penghubung antara tungku dengan bak pendingin. Prinsip kerja alat ini dimulai dari kompor gas sebagai pembakaran bahan dan LPG sebagai bahan bakar. Pertama bahan di dalam tungku dipanaskan sehingga memperoleh asap dan didinginkan melalui saluran pipa sehingga menjadi cair. Pembakaran bahan pada suhu tinggi yakni antara 200°C – 400°C pada tungku bertekanan. Dengan proses ini akan dihasilkan arang serta asap. Asap ini kemudian dialirkan dan didinginkan sehingga mengembun menjadi cairan. Cairan ini yang kemudian dikenal dengan liquid smoke atau asap cair. Untuk memperoleh hasil yang lebih baik biasanya cairan ini disuling destilasi ulang untuk memisahkan komponen berat dan komponen ringan, dengan memanfaatkan perbedaan titik didih masing-masing komponen. Daftar Pustaka Maga, 1987. Smoke in Food Processing. Florida CRC Press. Pszczola, 1995. Tour Highlights Production and Uses of Smoke-Based Flavors. Food Tech Journal. Simon, R., dkk. 2005. Composition and Analysis of Liquid Smoke Flavouring Primary Products. Food Sci Journal. Darmaji. 2006. Aktivitas Antibakteri Asap Cair yang Diproduksi Dari Bermacam-Macam Limbah Pertanian. Yogyakarta UGM Press. Darmadji, P. 2009. Teknologi Asap Cair dan Aplikasinya pada Pangan dan Hasil Pertanian. Yogyakarta UGM Press. Pranata, J. 2008. Pemanfaatan Sabut dan Tempurung Kelapa serta Cangkang Sawit untuk Pembuatan Asap Cair sebagai Pengawet Makanan Alami. Girard, 1992. Smoking in Technology of Meat Products. New York Clermont Ferrand. Astuti. 2000. Protype Alat Pembuatan Arang Aktif dan Asap Cair Tempurung. Jakarta Departemen Perindustrian Republik Indonesia. Anon. 2005. Prospek dan Potensi Tempurung Kelapa Sawit. Inforistek PDII-LIPI 3.
100% found this document useful 1 vote2K views17 pagesOriginal TitleMakalah bandeng asapCopyright© Attribution Non-Commercial BY-NCAvailable FormatsDOCX, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?100% found this document useful 1 vote2K views17 pagesMakalah Bandeng AsapOriginal TitleMakalah bandeng asapJump to Page You are on page 1of 17 You're Reading a Free Preview Pages 7 to 15 are not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.